SMA Progresif Bumi Shalawat – Mempunyai teman atau sahabat yang saling mendukung itu sebuah rezeki tersendiri bagi mereka berdua, Muhammad Salman Al-Farisi dan Hanif ‘Ammar Fadhlurrohman. Dua siswa SMA Progresif Bumi Shalawat yang menjalin persahabatan sejak di bangku sekolah.
Bukan hanya di sekolah. Hubungan persahabatan mereka juga terjalin di asrama. Di mana saja mereka, apa saja yang mereka lakukan, mereka selalu memupuk persahabatan itu dengan saling mendukung satu sama lain.
Seharusnya atmosfer pendidikan memang seperti itu. Harus saling mendukung dan bekerjasama dalam kebaikan, karena masa pendidikan merupakan momentum yang tepat untuk para siswa bisa berkembang. Dan di SMA Progresif Bumi Shalawat selalu menekankan aspek itu.
Kisah mereka dimulai ketika mengikuti kelas bahasa Jepang di sekolah. Memang, di SMA Progresif Bumi Shalawat menyediakan kelas-kelas tambahan untuk siswa, contohnya kelas bahasa Jepang itu. Mereka berdua ikut di dalamnya. Mereka memilih itu, karena ingin mendalami keterampilan berbahasa Jepangnya.
Saat mereka berproses belajar bahasa Jepang, keakraban mereka semakin kuat. Seiring bertambahnya hari, mereka justru tambah akrab. Keakraban itulah yang menjadi poin penting bagi mereka untuk bertekad bulat bersepakat berjuang melanjutkan studi di Jepang.
Karena tekad itu sudah terbangun di awal, maka mereka memutuskan untuk bersungguh-sungguh belajar dengan rajin, agar mendapat nilai yang bagus. Sebab mereka sadar, semuanya akan mudah diraih ketika mereka mau belajar dengan tekun.
Bagi mereka berdua, kelas bahasa Jepang menjadi pintu awal mereka menuju dunia yang sama sekali belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Mereka mendobrak, menerobos segala ketidakmungkinan yang ada di depan mereka, agar ketidakmungkinan itu berubah jadi hasil yang sangat memungkinkan.
Sehingga mereka memanfaatkan betul momen-momen belajar itu. Dengan semangat, mereka belajar Hiragana, Katakana, dan tata bahasa Jepang yang lain.
Mereka sangat kompak. Terbukti ketika mereka mengalami kesulitan belajar, mereka akan saling membantu. Jika salah satu kurang semangat, salah satu di antara mereka akan bergantian menguati.
“Kami saling menguati satu sama lain. Setiap tantangan yang hadir, kami selalu bersama-sama menerjangnya,” jelasnya. (5/12/24).
Proses mereka tidak sampai di situ. Satu per satu berbagai tes mereka jalani. Di antaranya Japanese-Language Proficiency Test (JLTP) dan International English Language Tetsing System (IELTS). JLTP digunakan untuk uji kemahiran bahasa Jepang, sedangkan IELTS untuk memenuhi persyaratan kemahiran berbahasa Inggris.
Dirasa semua persyaratan sudah memenuhi, mereka langsung apply berkas persyaratan ke universitas impiannya, yaitu Tokyo International University.
Usaha tidak mengkhianati hasil. Waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Kabar memberi sinyal bahwa mereka diterima di sana. Sangat senang hati mereka. Usahanya selama ini membuahkan hasil. Doanya sedikit-sedikit dikabulkan.
Salman berhasil mendapat beasiswa sebesar tiga puluh persen, sedangkan Hanif diterima dengan jalur reguler. Hikmah yang bisa diambil adalah, ketekunan, kerajinan, dan kejujuran adalah modal membuka pintu masa depan mereka.
Selain diterima di kampus impian, untuk memastikan keterampilannya berbahasa Jepang, mereka memutuskan untuk sekolah bahasa terlebih dahulu. Di sana mereka mendapat pengalaman belajar bahasa yang berkualitas.
Di sekolah tersebut, Hanif mendapat beasiswa tujuh puluh persen, sedangkan Salman mendapat beasiswa utuh seratus persen.
Dari kisah mereka, bisa dijadikan contoh, bahwa sebagai seorang santri, tidak boleh lelah berharap dan bercita-cita tinggi. Santri juga bisa bersekolah tinggi di luar negeri.
Hanif mengatakan, apa yang kita pilih hari ini, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ia pun tidak menyangka bisa berkuliah di Jepang. Diawali dari kelas bahasa Jepang, ternyata bisa pelan-pelan membuka jalan masa depan mereka.
“Intinya harus berani dan bertekad kuat. Kemudian jangan lupa, setelah berusaha, harus berdoa,” jelasnya.
Sama seperti apa yang dikatakan Hanif, Salman juga berpesan, apa saja target dan impiannya, memang semestinya perlu disiapkan. Jangan sampai hanya karena keterlambatan, semua pencapaian bisa gagal.