MERAWAT BENIH BAHASA
Karya: Muhammad Naufal Taufiqul Hafizh
/menanam/
ditanamlah benih bahasa
ditanamlah ke pematang sanubari
dari saripati ilmu-
yang diperas gigih.
berbagai cara dibajak, lewat sajak
juga jejak kaki menulis gembur
tebarlah jembar
di pelataran asa
dengan sejumlah pupuk nan tirakat
-atas tumbuhnya.
/semai/
maka dibukalah, ladang
ladang di mana anak-anak kata
tumbuh di asuh kasih ibu kalimat
dan bermain di wahana puisi
sembunyi di balik diksi
juga menulis cerita tentang semesta
atas dulu kecil, pernah diceritakan bapak ibuku.
di sudut pematang buku
aku juga menemui catatan kaki
yang pernah disemai bu guru
“bahasa adalah gerak tubuh semesta,
yang menjalar di punggung waktu, tumbuh dan terus tumbuh”
/akar/
muasal akar mencari rengkah imaji
muara ilmu- bukan di kedalaman tanah
tapi di kedalaman pikir
engkau menimba segala tirta,
mencari suaka dahaga;
lewat titah guru, lewat restu ibumu.
air ilmu ibarat pelesat tumbuhnya akar-akar
mengapai asa yang berbuah bahasa.
-bahasa-bahasa yang merawat
tanpa pernah mengumpat
/tunas/
sebelum layu, sebelum kata meringkup,
kuambil bersekop-sekop keberanian
yang kuracik dengan komposisi doa
lantas kusimpan,
ke gentong berisi telaga kesabaran,
lalu siram dengan gayung ke pelataran sawah itu
ke pelataran bahasa itu
selebihnya biar semesta menjabat
lewat hangat surya di ufuk timur
menumbuhkan tunas,
tunas atas keberanian.
/memetik, pantik/
sorotan ina menyapa riang,
hari di mana para petani bahasa,
memetik hasil bungur buahnya
apakah sudah terpetik semuanya?
apakah, esok kau bersedia merawat ulang bahasa?
-aku hanya menanam bahasa
ke ladang puisi.
Sidoarjo, Juli 2024